Ngopi Ngaji - Islam adalah agama yang sempurna dan juga merupakan agama yang diridlai Allah SWT, dimana di dalamnya banyak sekali hal yang sudah di atur dari urusan negara hingga urusan masuk kamar mandi, dari urusan yang sangat besar hingga terkecil, bahkan untuk semua aspek kehidupan manusia, yaitu dalam lima sisi kehidupan manusia.
Pertama imaniyah, kedua ibadah, ketiga mu'amalah, keempat mua'syarah dan kelima akhlak.
Syekh Abdurrahman Ahmad Assirbunny, dalam bukunya "Mudzakarah Masturat", mengutip QS Ali-Imran ayat 19:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya."
Sebagai contoh Dalam hukum fikiq wanita, Islam mengatur mengenai wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk melakukan ibadah sholat, akan tetapi tidak harus mengganti atau Qadha shalat namun lain halnya untuk masalah puasa Romadhon, harus tetap mengganti sesuai dengan hari yang sudah ditinggalkan.
Hal itu tentu saja menimbulkan pertanyaan, atas dasar apa dan alasan apa sehingga antara masalah shalat dan juga puasa yang ditinggalkan oleh wanita haid berbeda dalam masalah Qadha padahal sebabnya sama yaitu haid.
Kitab Sahih Muslim juz I halaman 150, hadits nomor 787,
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ مُعَاذَةَ، قَالَتْ: " سَأَلْتُ عَائِشَةَ، فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ، تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ؟ فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ، قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami ‘Abd ibn Humaid, telah mengabarkan kepada kami, ‘Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari ‘Ashim dari Mu'adzah dia berkata: Saya bertanya kepada ‘Aisyah seraya berkata: “Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' shalat?” Maka Aisyah menjawab: “Apakah kamu dari golongan Haruriyah ? “ Aku menjawab: “Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.” Dia menjawab,: “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.
Orang yang sedang haid tidak harus atau tak wajib mengqodlo' sholat lantaran sholat banyak dan berulang ulang maka memberatkan untuk mengqodlo'nya, berbeda halnya dengan puasa, karena tidak berulang dan hanya sekali dalam 1 tahun maka mengqodlo'nya tidak merepotkan atau memberatkan.
الشرقاوي ١/١٥٠
.قوله الصلاة : ولا يلزمها قضاؤها فلو قضتها كره و تنعقد نفلا مطلقا لا ثواب فيه على المعتمد خلافا للخطيب و فارقت الصوم حيث يجب قضاؤه بتكررها كثيرا فيشق قضاؤها ولا كذلك الصوم فلا يشق قضاؤه ولذلك قالت عائشة رضي الله عنها " كنا نؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة. الباجوري ١/١١٣ : و عدم لزوم قضاء فرض صلاة بالإجماع بخلاف فرض الصوم يلزمها قضاؤه لخبر الصحيحين عن عائشة رضي الله عنها كنا نؤمر بقضاء الصوم و لا نؤمر بقضاء الصلاة ولأن الحيض يكثر فلو أوجبنا قضاءها لشق.
Dalam kitab Mughnil Muhtaaj Ilaa Ma’rifati alfaazhil Minhaaj karya Syaikh yang berjuluk Syamsuddin, Muhammad bin Muhammad Al-Khatib As-Syarbini juz I halaman 109 dalam maktabah syamilah, dijelaskan
وَيَجِبُ قَضَاؤُهُ بِخِلَافِ الصَّلَاةِ ) لِقَوْلِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهَا كَانَ يُصِيْبَنَا ذَلِكَ أَيِ الْحَيْضُ فَنُؤمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَانْعَقَدَ الْإِجْمَاعُ عَلَى ذَلِكَ وَفِيْهِ مِنَ الْمَعْنَى أَنَّ الصَّلَاةَ تَكْثُرُ فَيَشَقُّ قَضَاؤُهَا بِخِلَافِ الصَّوْمِ
Artinya: Dan wajib mengqadha puasa tidak wajib menqadha shalat, berdasarkan perkataan ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhu: “Kami mengalami haid. Kami diperintahkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat. Dan terjadi kesepakatan ulama dalam masalah tersebut. Makna yang terkandung dalam riwayat di atas bahwa shalat itu banyak sehingga berat mengqadha’nya, berbeda dengan puasa.